Kamis, 03 Maret 2016

Contoh Laporan Audit Independen (KAP)

Laporan Auditor Independen

No. 230500 LSI HT SA

Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi

P.T. Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk

Kami telah mengaudit neraca konsolidasi P.T. Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk dan anak perusahaan tanggal 31 Desember 1999 dan 1998, serta laporan laba rugi, perubahan ekuitas dan arus kas konsolidasi untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen Perusahaan. Tanggung jawab kami terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit kami. Kami tidak mengaudit laporan keuangan Lonsum Finance BV, anak perusahaan yang dikonsolidasi iuntuk tahun yang berakhir 31 Desember 1999, yang laporan keuangannya mencerminkan jumlah aktiva sebesar 6,66% dari jumlah aktiva konsolidasi pada tanggal 31 Desember 1999 dan rugi bersih sebesar Rp 83.913.507 untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut.Laporan keuangan anak perusahaan tersebut diaudit oleh auditor independen lain dengan pendapat wajar tanpa pengecualian. Laporan auditor independen tersebut telah diserahkan kepada kami, dan pendapat kami, sejauh yang berkaitan dengan jumlah-jumlah untuk Lonsum Finance BV, didasarkan semata-mata atas laporan auditor independen lain tersebut.

Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan melaksanakan audit agar kami memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Suatu audit meliputi pemeriksaan, atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Audit juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh manajemen, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Kami yakin bahwa audit kami dan laporan auditor independen lain tersebut memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat.

Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan 37 atas laporan keuangan konsolidasi, Perusahaan belum mencatat tagihan oleh lembaga keuangan tertentu sebagai akibat dari pemutusan dini kontrak berjangka valuta asing, kontrak swap extention dengan opsi pembatalan dan kontra par forward komiditi, seluruhnya sejumlah US$ 92.947.156 pada saat tagihan diajukan dan hasil rundingan tagihan terakhir yang belum disepakati. Perusahaan telah merundingkan tagihan tersebut pada tahun 1998, akan tetapi belum mencapai suatu kesepakatan sampai dengan saat ini. Menurut pendapat kami, Perusahaan seharusnya mencatat kewajiban tersebut dalam laporan keuangan tersebut dicatat, kewajiban dan defisit akan meningkat masing-masing sebesar Rp 659.924.807.600 dan Rp 745.900.926.900 pada tanggal 31 Desember 1999 dan 1998.

Sebagaimana dijelaskan pada Catatan 12 atas laporan keuangan konsolidasi, Perusahaan mempunyai piutang sejumlah Rp 142.446.772.308 dan wesel tagih sejumlah Rp 27.554.212.500 kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa pada tanggal 31 Desember 1999. Pada tanggal 1 Desember 1999, Perusahaan telah menjadualkan kembali piutang tersebut sehubungan ketidakmampuan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa membayar piutang tersebut berikut bunganya. Penjadualan kembali piutang tersebut tergantung hasil restrukturisasi Perusahaan dan persetujuan para pemegang saham minoritas. Karena belum adanya kepastian hasil restrukturisasi Perusahaan dan persetujuan para pemegang saham minoritas, kami berpendapat, bahwa Perusahaan seharusnya mencatat penyisihan atas kemungkinan tidak tertagihnya piutang tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.Bila penyisihan piutang diatas dicatat maka aktiva akan menurun sebesar Rp 170.000.984.808 dan defisit akan meningkat dalam jumlah yang sama pada tanggal 31 Desember 1999.

Dalam laporan kami bertanggal 27 April 1999, kami memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atas laporan keuangan konsolidasi tahun 1998, antara lain karena tidak dibuatnya penyisihan piutang ragu-ragu atas piutang pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang timbul sehubungan dengan penggunaaan deposito berjangka Perusahaan sejumlah Rp 20.000.000.000 sebagai agunan atas hutang pihak yang mempunyai hubungan istimewa kepada bank, serta piutang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang berjumlah Rp 249.506.049.125 yang berasal dari pencairan oleh bank tertentu atas deposito berjangka dan rekening giro Perusahaan yang diagunkan. Sebagaimana dijelaskan pada Catatan 39 atas laporan keuangan konsolidasi, deposito berjangka dan piutang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut telah dialihkan kepada pihak lain dan sebagai kompensasi pembayarannya, pihak lain tersebut melepaskan hak dan kepentingan atas sebidang tanah sesuai dengan perjanjian pendahuluan pelepasan hak dan kepentingan atas tanah. Dengan perjanjian ini, Perusahaan memperoleh kuasa yang tidak akan berakhir oleh sebab apapun juga, untuk melakukan tindakan-tindakan kepengurusan dan kepemilikan atas tanah tersebut. Oleh karena itu pendapat kami sekarang atas laporan keuangan konsolidasi tahun 1998 mengenai penyisihan piutang ragu-ragu tersebut, berbeda dengan laporan kami sebelumnya.

Menurut pendapat kami, berdasarkan audit kami dan laporan auditor independen lain tersebut, kecuali untuk dampak belum dicatatnya kewajiban atas tagihan lembaga keuangan pada tahun 1999 dan 1998 serta tidak dibuatnya penyisihan piutang dan wesel tagih kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa untuk tahun 1999 sebagaimana dijelaskan pada paragraf ketiga dan keempat sebelumnya, laporan keuangan konsolidasi yang kami sebut diatas, menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan P.T. Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk dan anak perusahan tanggal 31 Desember 1999 dan 1998, dan hasil usaha, perubahan ekuitas, serta arus kas untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Sebagaimana dijelaskan dalam Catatan 2 atas laporan keuangan konsolidasi, pada tahun 1999 Perusahaan dan anak perusahaan mengubah metode akuntansi pajak penghasilan untuk disesuaikan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 46, dan secara restrospektif, menyajikan kembali laporan keuangan konsolidasi tahun 1998 atas perubahan tersebut.

Laporan keuangan konsolidasi terlampir disusun dengan anggapan bahwa Perusahaan dan anak perusahaan dapat melanjutkan operasinya sebagai entitas yang berkemampuan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Catatan 38 atas laporan keuangan konsolidasi berisi pengungkapan dampak kondisi ekonomi Indonesia terhadap Perusahaan dan anak perusahaan. Tingginya kurs valuta asing dan tingkat bunga pinjaman, ketatnya likuiditas dan kesulitan keuangan yang dialami pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa berdampak buruk pada kemampuan Perusahaan dan anak perusahaan untuk melunasi pokok pinjamannya. Perusahaan dan anak perusahaan juga menangguhkan pembayaran sebagian besar bunga pinjaman yang sudah jatuh tempo, tidak dapat memenuhi ketentuan rasio-rasio keuangan yang disyaratkan dalam perjanjian pinjaman. Disamping itu, Perusahaan juga mengalami ketidakpastian penyelesaian piutang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan belum mencapai kesepakatan atas pembayaran tagihan lembaga keuangan seperti dijelaskan dalam paragraf ketiga dan keempat sebelumnya. Hal-hal tersebut telah menimbulkan ketidakpastian yang signifikan mengenai kemampuan Perusahaan dan anak perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Rencana manajemen yang konsisten dan lebih intensif sehubungan dengan masalah-masalah tersebut diatas juga di uraikan dalam Catatan 38 atas laporan keuangan konsolidasi. Kemampuan Perusahaan dan anak perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya tergantung pada keberhasilan manajemen untuk melakukan restrukturisasi pinjaman dan keuangan Perusahaan secara keseluruhan, mencapai kesepakatan atas pembayaran tagihan oleh lembaga keuangan tersebut diatas, dan menghasilkan arus kas yang cukup dari kegiatan usaha dimasa yang akan datang.Laporan keaungan konsolidasi belum mencakup penyesuaian-penyesuaian yang mungkin timbul dari ketidakpastian tersebut.

HANS TUANAKOTTA & MUSTOFA
Izin usaha / Business License No. 98.2.0240
Drs. Henky Agus Tedjasukmana
Izin / License No. 98.1.0148
23 Mei 2000 / May 23, 2000

DAMPAK IMPLEMENTASI IFRS BAGI PERUSAHAAN

DAMPAK IMPLEMENTASI IFRS BAGI PERUSAHAAN
Oleh : Dwi Martani (Staf pengajar Akuntansi FEUI, anggota tim implementasi IFRS)

Perusahaan menyusun laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang relevan dan andal. Standar akuntansi menetapkan aturan pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan dalam laporan keuangan sehingga memungkinkan pembaca untuk dapat membandingkan laporan keuangan antar perusahaan yang berbeda. Standar tidak hanya harus dipahami pihak yang menyusun dan mengaudit laporan keuangan, namun juga harus dipahami oleh pembaca laporan keuangan. Pembaca perlu memahami asumsi dasar, karakteristik laporan keuangan agar dapat memahami makna angka-angka dan pengungkapan dalam laporan keuangan.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan standar yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan. BUMN termasuk perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan karena laporannya diberikan kepada masyarakat. Untuk BUMN yang memiliki transaksi syariah juga harus menggunakan PSAK Syariah untuk melaporkan transaksi tersebut.
PSAK saat ini sedang dalam proses mengadopsi penuh IFRS (International Financial Reporting Standard) dengan target 2012 proses adopsi akan selesai.  Sebenarnya PSAK sejak 1994 disusun dengan menggunakan referensi utama International Accounting Standard. Namun dalam PSAK tidak menyebutkan secara eksplisit jika standar tersebut mengadopsi PSAK.  Dalam perkembangannya setelah 1994, PSAK juga menggunakan referensi lain.  Ada beberapa PSAK khusus industri disusun untuk digunakan dalam menyusun laporan keuangan perusahaan dalam industri tersebut padahal dalam IAS/IFRS, standar tersebut tidak ada. 

Setelah Indonesia mengadopsi penuh IFRS, PSAK khusus industri dihapus. PSAK industri yang saat ini telah dicabut adalah PSAK 32 Akuntansi Kehutanan,  PSAK 35 Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37 Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol, PSAK 31 (revisi 2000 Akuntansi Perbankan dan PSAK 42 Akuntansi Perusahaan Efek. IFRS adalah standar yang disusun dengan basis transaksi dan perlakukan khusus elemen laporan keuangan bukan industri, sehingga  semua standar yang terkait dengan industri dihapus. PSAK yang tidak ada rujukannya dalam IFRS juga dicabut diantaranya akuntansi waran, anjak piutang, restrukturisasi utang piutang bermasalah. Standar ini dicabut karena telah tercakup dalam pengaturan PSAK 50 dan 55 tentang Instrumen Keuangan.
Standar lain yang telah ada namun tidak sesuai dengan IFRS direvisi dan disesuaikan dengan pengaturan dalam IFRS terbaru. Contohnya PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan, disesuaikan dengan IAS 1, PSAK 22 tentang Penggabungan usaha berubah naman menjadi Kombinasi Usaha dan disinya disesuaikan dengan IFRS 3 Business Combination. Beberapa standar baru yang sebelumnya tidak ada dalam PSAK diterbitkan Sebagai contoh PSAK 13 Properti Investasi yang mengadopsi dari IAS 40 Investment Properties.

PSAK baru yang mengadopsi penuh IFRS efektif berlaku mengikuti keluarnya PSAK tersebut. Mulai tahun 2008 PSAK tersebut sudah ada yang mulai efektif berlaku. Sementara ada beberapa PSAK yang baru efektif berlaku 2012. Bahkan saat ini masih ada beberapa IFRS yang belum dikeluarkan exposure draftnya contohnya IFRS 1 Full Adoption dan IAS 41 Biological Asset. Setelah tahun 2012 proses adopsi akan tetap secara konsisten dilakukan, karena PSAK baru yang diterbitkan didasarkan pada IFRS yang saat itu telah ada. Ada beberapa PSAK yang telah diadopsi, IFRSnya telah direvisi, misalnya PSAK 23 Pendapatan. IFRS sebagai standar yang berlaku secara global, menyangkut kepentingan banyak pihak, sehingga penerapan standar yang menimbulkan masalah akan dikritisi sehingga akan dinamis dengan perubahan.

Peran Dewan Standar Akuntansi sebagai penyusun Standar Akuntansi Keuangan dengan adopsi IFRS akan berubah. Dewan tidak lagi bertugas merumuskan atau menyusun standar baru namun melakukan adopsi IFRS. Adopsi tersebut dilakukan dengan mentranslate IFRS/IAS untuk dilihat apakah dapat diterapkan di Indonesia. Jika diperlukan Dewan akan menambahkan atau mengurangi beberapa bagian IFRS. Standar hasil adopsi IFRS pada bagian depan setiap standar menjelaskan IFRS/IAS  yang diadopsi dan perbedaan standar tersebut dengan IFRS/IAS yang diadopsi. Perbedaan tersebut ada yang bersifat redaksional, tanggal efektif dan isi standar.
IFRS memiliki tiga ciri utama yaitu principles based, lebih banyak menggunakan nilai wajar sebagai dasar penilaian dan pengungkapan yang lebih banyak. Standar yang bersifat principles based hanya mengatur hal-hal prinsip bukan aturan detail. Konsekuensinya diperlukan professional judgment dalam menerapkan standar. Untuk dapat memiliki professional judgment seorang akuntan harus memiliki pengetahuan, skill dan etika karena jika tidak memiliki ketiga hal tersebut maka professional judgment yang diambil tidak tepat. Dalam standar yang lama sebenarnya telah menggunakan dasar nilai wajar, namun nilai wajar diterapkan pada pencatatan awal dan penilaian sesudah pencatatan awal untuk beberapa aset yang memiliki nilai wajar yang dapat diandalkan (aset yang memiliki kuotasi pasar aktif seperti saham). Dalam IFRS penggunaan nilai wajar diperluas bahkan untuk aset biologi (contoh tanaman atau hewan ternak), aset tetap, properti investasi dan aset tidak berwujud sebagai pilihan metode selain metode biaya. IFRS mengharuskan pengungkapan yang lebih luas agar pemakai laporan keuangan mendapatkan informasi yang lebih banyak sehingga dapat mempertimbangkan informasi tersebut untuk pengambilan keputusan.

Perusahaan menerapkan PSAK ini secara gradual mengikuti waktu efektif berlakunya standar. Bagi perusahaan yang menggunakan standar industri contohnya perusahaan perbankan, kehutanan, telekomunikasi dan perusahaan penyelenggara jalan tol tidak  boleh menggunakan PSAK lama dan harus mencari referensi PSAK lain yang relevan. Banyak standar yang efektif berlaku tahun 2011 dan akan berlaku tahun 2011. Perusahaan harus memonitor standar-standar baru yang berlaku kemudian review dampak standar baru tersebut terhadap proses penyusunan laporan keuangan perusahaan.
Untuk menerapkan PSAK diperlukan sumber daya manusia yang memahami standar baru tersebut, sehingga pendidikan dan pemutakhiran pengetahuan staf akuntansi harus dilakukan untuk menyongsong penerapan PSAK secara penuh 2012. Staf harus disiapkan untuk menggunakan professional  judgment, membuat pengungkapan yang lebih banyak sesuai persyaratan standard dan memahami teknik penilaian dengan menggunakan nilai wajar.
IFRS juga mengharuskan perusahaan melakukan review atas sistem operasi dan prosedur akuntansi perusahaan. Beberapa standar mengharuskan perusahaan melakukan review atas penggunakan estimasi pada tanggal pelaporan untuk menguji apakah estimasi yang dilakukan masih valid untuk digunakan.  SOP akuntansi harus memasukkan prosedur untuk melakukan review untuk mengadopsi ketentuan dalam standar tersebut.

Ada juga standar yang mengharuskan perusahaan merubah sistem akuntansinya, sehingga diperlukan perubahan sistem komputer yang digunakan perusahaan. PSAK terkait instrumen  keuangan mengharuskan perusahaan mengukur penurunan aset keuangan berdasarkan bukti obyektif aset tersebut. Biaya yang terkait dengan perolehan aset keuangan dalam bentuk pinjaman harus dikapitalisasi menambah nilai aset dan mempengaruhi tingkat suku bunga efektif dari pinjaman tersebut. Pengungkapan tentang risiko aset keuangan harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Untuk dapat menerapkan standar tersebut perusahaan harus merubah sistem dalam perusahaan sehingga data-data yang diperlukan tersedia.

Dampak penerapan IFRS bagi perusahaan sangat beragam tergantung jenis industri, jenis transaksi, elemen laporan keuangan yang dimiliki  dan juga pilihan kebijakan akuntansi. Ada yang perubahannya besar sampai harus melakukan perubahan sistem operasi dan bisnis perusahaan, namun ada juga perubahan tersebut hanya terkait dengan prosedur akuntansi. Perusahaan perbankan, termasuk yang memiliki dampak perubahan cukup banyak. Perubahan tidak hanya dilakukan pada tingkat perusahaan namun perlu juga ada perubahan peraturan Bank Indonesia contohnya tentang penyisihan atas kredit yang disalurkan.

Perusahaan BUMN tidak dapat mengelak untuk menerapkan IFRS.  Sebagai perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan BUMN dipersyaratkan oleh regulasi untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan standar. Untuk dapat mengimplementasikan IFRS perusahaan harus menyiapkan sumber daya manusia dan dana yang cukup untuk melakukan pemutakhiran sistem dan SOP yang saat ini telah ada. Komitmen pimpinan perusahaan diperlukan untuk mendukung proses implementasi IFRS tersebut. Besarnya komitmen pimpinan terkadang dipengaruhi oleh kepedulian stakeholder pengguna laporan keuangan. Kementerian BUMN sebagai stakeholder utama BUMN sangat mempengaruhi bagaimana proses implementasi PSAK baru ini dalam perusahaan.

Perusahaan dalam industri sejenis dapat merumuskan dampak perubahan standar ini secara bersama-sama sehingga lebih efisien, Standar yang bersifat principles based dapat diturunkan dalam bentuk pedoman akuntansi untuk industri spesifik yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan dalam industri tersebut.